Kamis, 23 Juni 2011

"Kan da shan" adalah Kunci Saya dalam Belajar Bahasa Tionghoa

Kalau ada orang bertanya: “Wang xiaoming, Bahasa Tionghoamu kok bagus banget ya? Ada kunci suksesnya tah?”, maka saya akan menjawab: “Cuma ‘Kan da shan’ doang kok. Cara lain ‘ku ‘gak tahu. ” Mungkin, pembaca masih belum pernah tahu, apa arti dari kata “Kan da shan” itu? Sebenarnya, tidak sulit untuk mengartikan salahsatu kata dari dialek Beijing ini. “Kan da shan” tidak lain adalah ngobrol.


Barangkali, pembaca akan bertanya lagi: “Ngobrol? Mau ngobrol dengan siapa?” “Ngobrol dengan orang sekitar lah!” “Mereka pada sibuk kayak ‘gitu mau ngobrol! Coba you lihat Mahasiswa-mahasiswa di kampus, itu. Mereka bangun pagi-pagi, setelah itu kuliah, masih ke perpustakaan, ke kantin, kalau ‘gak malam, ‘gak mau berhenti belajar, mana ada waktu buat ngobrol?”
Jika kebanyakan pembaca masih berpikir seperti di atas, saya pikir, salah! Sekalipun mereka terlihat begitu sibuk, sebenarnya, dari hati kecil mereka, masih akan meluangkan waktu untuk ngobrol sejenak. Apalagi, dengan “bule” seperti kita.
Saya pikir, banyak orang yang mengalami kejadian seperti yang saya alami di bawah ini: Ketika sedang shopping, sedang naik bus, tiba-tiba ada seseorang yang bertanya: “Bisa dance ya?”, “Wah, badanmu bagus banget! Pasti sering manicure, pedicure.” “Penampilanmu gagah. Pasti banyak cewek yang suka.” Pada saaat mendapati kondisi dipuji seperti ini, jangan sekali-kali mengatakan seperti yang sering dikatakan oleh orang-orang barat: “Of course!”. “No problem!” “I can do everything!”. Karena, kebanyakan orang Tiongkok, tidak akan suka. Salah satu yang perlu kita pelajari dari budaya Tionghoa adalah kerendahhatian ketika dibesar-besarkan oleh orang lain.
Saya senang ketika diajak Mahasiswa Tiongkok untuk makan bersama sambil ngobrol panjang lebar. Ngomong apa saja, saya ikuti. Tapi, saya terkadang juga merasa heran tatkala ada teman yang rela menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk ngobrol sana-sini dan menunda selesainya ngobrol baru mengerjakan tugas kuliah yang menumpuk. Lama-kelamaan, saya mulai paham bahwa ngobrol adalah sebuah ajang untuk bertukar pikiran. Melalui ngobrol, kita bisa mempelajari banyak hal yang tidak kita dapat di buku-buku pelajaran kuliah. Jika berdasar seperti ini, saya pikir, tidak ada salahnya untuk meluangkan satu sampai dua jam waktu untuk bercengkrama dengan teman-teman.
Pembaca, sampai disini dulu ngobrol kita kali ini. Oh ya, kalau suatu saat pembaca bertemu dengan seorang berkulit gelap yang ngobrol dengan teman-teman berkulit berlawanan dengan orang itu, jangan kaget ya. Karena, pembaca bisa menebak, dia adalah Wang xiaoming, suku Madura yang bilang suka ngobrol itu.
Untuk membaca artikel aslinya lihat di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar